Hidup adalah upaya untuk mencari nilai akhir

Tamak dan Hubbu ad dun'ya dalam Perspektif Tasawwuf

♠ Oleh Roesly. Kh | | 20.53
BAB I
PENDAHULUAN

 A . Abstraksi
Sudah menjadi hal pasti dan tidak bisa ditawar lagi, dalam diri manusia ada yang namanya nafsu yang selalu mendorong jiwa pada hal yang negative dan perbuatan yang jelek. Disadari atau tidak nafsu ini, adalah semacam energy negative yang terus memicu pada arah yang keji dan tidak diridhai oleh Allah SWT. Dalam hal itu, biasa dikenal dengan istilah tama’ terhadap segala hal dalam menempuh kehidupan duniawi. Adapun dalam literlok lain lebih dikenal dengan sebutan hubbud dunya (cinta dunia).
Persoalan ini, sebenarnya bukan hal yang asing untuk di perbincangkan, akan tetapi problem lawas yang sampai saat ini tetap saja actual unyuk selalu dibahas dan selalu didiskusikan. Mengapa demikian? Tidak dapat dipungkiri lagi, pergolakan akut dalam jiwa antara energy buruk dan energy baik senantiasa bergejolak memimpin jalan hidup manusia. Konsekwensinya adalah siapakah pemenang dari pergolakan tersebut maka dialah yang akan menjadi sebuah karakter yang melekat pada setiap individual.
 Dari hal inilah, hasil dari pergolakan tersebut akan menuai banyak kerugian. Sebab jika yang menang adalah energy jelek yang didorong oleh hawa nafsu atau tuntunan syetan, maka sudah bisa dipastikan akan menjadi boomerang terhadap dirinya sendiri dan menjerumuskan pada kobaran api neraka yang sarat dengan siksaan yang sangat pedih. Dalam hal ini sebisa mungkin bagaimana bias mengantisipasi semaksimal mungkin akan terjadinya pergolakan dan dimenangkan oleh energy jelek itu sendiri, sehingga bisa selamat dari pergolakan dua energy itu. Bagaimana caranya hal itu dihassilkan?
Lebih lanjut dari itu, sifat tama’ dan hubbun dunya seakan menjadi kebanggaan trsendiri bagi orang yang menganutnya, sebab mereka lebih memeilih dunia dari pada akhirat. Bahasa yang lebih mudah dipahami adalah dunia diproritaskan sedangkan kehidupan akhirat kelak, dikesampingkan. Dengan fenomena ini maka timbullah yang namanya dua sifat keji tersebut yang dalam aturan agama sagatlah tidak baik dan perlu dihindari. Dampak dari semua itu, sangatlah dimungkinkan akan terjadinya perseteruan antar individual yang satu dengan yang lain.
Menjadi hal urgen, untuk meminimalisir terjadinya pergolakan adalah tetapnya hati senantiasa ingat dan senantiasa bertafakkur terhadap kekuasaan Allah SWT. Sebab diyakini atau tidak hal itu sangatlah mendukung dan mencipta hati manusia untuk tidak bersifat tama dan selalu kurang. Misalnya berfikir tentang nasib orang yang ekonominya berada dibawah derajatnya. Sehingga dengan seperti itulah akan didapatkan kesadaran akan kekuasaan Allah. Bukankah Allah mencipta segala sesuatu merupakan hal yang perlu dikaji dan banyak hikmahnya?

B .Rumusan masalah
Berangkat dari latar belakang diatas penulis menjadi gampang dan menjadi lebih terbuka untuk mencapai maksimalisir dari pembahasan ini. Sebab disadari atau tidak tama’ dan hubbun dunya merupakan pembahasan akut yang mencakup banyak hal dalam tempuh kehidupan sehingga tercipta keberlangsungan hidup yang diinginkan. Nah, dari sinilah penulis akan bersikap bijak untuk merumuskan dan membatasi pembahasan guna lebih mempermudah pemahaman bagi khalayak yang ingin menimba pengetahuan mengenai hormonal tubuh manusia. Diantaranya:
  1. Bagaimana peran tama’ dan hubbun dunya dalam kehidupan manusia?
  2. Bagaimana memahami tama’ dan hubbun dunya secara luwes dan terperinci?
  3. Bagaimana untuk mengantisipasi terjadinya  tama’ dan hubbun dunya?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah yang paling fundamental adalah sebagai acuan penulis untuk memahami tama’ dan hubbun dunya dan bentuk aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, disamping juga sebagai bentuk usaha pemenuhan tugas dari materi akhlaq tasawwuf. Namun tujuan yang lebih penulis utamakan adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memahami tama’ dan hubbun dunya.
2.      Untuk mengetahui tama’ dan hubbun dunya serta bentuk antisipasinya
3.      untuk memberi pemahaman bagi terciptanya kehidupan yang tidak bernuansa tama’ dan hubbun dunya.



BAB II
PEMBAHASAN
A .Latar Belakang
Bidang latihan kerohanian menekankan soal menyerah diri kepada Allah SWT.. Orang yang maju dalam bidang tersebut adalah orang yang memisahkan dirinya dari pengaruh duniawi dan makhluk sekaliannya, hatinya hanya terikat dengan Allah SWT.. Latihan kerohanian mendidik hati agar berpisah daripada diri sendiri iaitu berpisah dengan kehendak diri sendiri, cita-cita, angan-angan dan fikiran lalu masuk ke dalam penguasaan Iradat Allah SWT.. Orang yang dikuasai oleh Iradat Allah SWT. tidak mempunyai kehendak melainkan keinginan mahu menghampirkan diri kepada Allah SWT., maksud dan tujuan hanyalah Allah SWT., fikiran dan renungan hanya kepada Allah SWT., tidak ada lagi kekuatan yang tertuju kepada selain Allah SWT..
Penyakit tamak akan mengikis perasaan malu dan menghapuskan maruah diri dan memakaikan pakaian kehinaan kepada orang yang berkenaan. Dia menjadi hina pada pandangan makhluk dan lebih buruk lagi kedudukannya di sisi Allah SWT.. Dia umpama anjing yang lidahnya sentiasa terjulur melihat apa yang ada di dalam tangan orang lain. Si anjing tidak memperdulikan apakah dia dimaki, dihalau atau dipukul asalkan dia boleh dapat apa yang dia mahu.
Orang tamak melihat seolah-olah rezeki yang diperuntukkan kepadanya tidak ada sempadan, sementara rezeki yang diperuntukkan kepada orang lain masuk ke dalam sempadan rezekinya, sebab itu menjadi haknya untuk mengambil apa yang masuk ke dalam sempadannya. Si tamak tidak memperdulikan bagaimana dia mendapatkan apa yang dia hajati, apakah dengan menadah tangan, memujuk rayu, menipu atau memaksa.
Tamak timbul dari waham iaitu syak wasangka atau ragu-ragu dengan rezeki yang dijamin oleh Allah SWT.. Allah SWT. menjaminkan rezeki kepada sekalian makhluk-Nya dan sebagai timbal balasnya hamba pula diberi tanggungjawab (Hikmat 5). Orang yang ragu-ragu terhadap jaminan Allah SWT. mencuaikan kewajipan yang diamanatkan kepadanya dan rajin mencari apa yang dijamin untuknya sehingga menceroboh sempadan yang menjadi jaminan untuk orang lain. Inilah yang terjadi pada orang tamak. Bagaimana boleh dia menghampiri Allah SWT. jika amanat yang diserahkan kepadanya diabaikannya dan tanggungjawab yang dipikulkan kepadanya dicampakkannya.
Dia orang tamak, merasa ragu-ragu untuk menggunakan masa bersama-sama Allah SWT., bimbang rezeki yang dijamin tidak akan sampai kepadanya. Lantaran itu dia meninggalkan peluang bersama-sama Allah SWT. kerana mengejar apa yang dia tamakkan. Orang ini memilih harta Allah SWT. daripada Allah SWT. yang menguasai harta itu. Tamak dan sangkaan tidak berpisah. Orang tamak dihela ke sana ke mari oleh sangkaannya untuk mengejar kebendaan. Dia tidak sedar yang dia sudah menjadi hamba kepada benda, dan orang yang boleh mendatangkan benda itu kepadanya dapat menguasi dirinya itu. Tetapi, dia menyangka dialah yang menguasai benda dan orang tadi, padahal dia tunduk kepada benda dan orang yang menguasai pemilikan benda itu.

B .Definisi tama’ dan Hubbun Dunya
Secara definitive kata tama’ dapat dipahami sebagai selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri; loba; serakah: ia -- akan harta; ke·ta·mak·an  hal tamak; keinginan untuk selalu memperoleh (harta dsb) sebanyak-banyaknya: dia berlaku curang krn ~ nya. Adapun secara bahasa kata tam’ berarti selalu merasa tak cukup; tidak puas dan tidak bersyukur dengan sesuatu yang didapatkan ;serakah dan loba.
Adapun hubbun dunya secara bahasa bisa diartikan sebagai cinta dunia, gila dunia. Sedangkan menurut istilah hubbun dunya adalah lebih memperioritaskan kehidupan duniawi dan mengenyampingkan kehidupan akhirat kelak atau bahkan menafikan kebutuhan bekal untuk dunia akhirat kelak. Jadi dari beberapa definisi di atas penulis menawarkan sebuah opsi pengertia mengenai keduanya adalah suatu sifat yang terlahir dari sifat madmumah yang terdorong dari kejelekan budi dan terlahir dari pergolakan batin yang dipicu oleh nafsu hayawaniyah.
Pada dasarnya, sifat tamak, dalam arti egois, sedikit atau banyak dimiliki setiap orang. Ia inheren dalam cara pikir dan perilaku manusia. Sifat mengutamakan diri sendiri, menomorduakan orang lain, pada hakikatnya manusiawi dan tidak dilarang dalam Islam. Yang dilarang apabila perilaku selfish ini mencapai level yang tidak proporsional sampai pada tahap merugikan orang lain.
Dalam Islam, istilah “merugikan orang lain” tidak hanya terbatas pada korupsi, menipu, memeras, mencuri atau membunuh. Istilah ini mencakup juga “keengganan untuk menginfakkan sebagian harta kita pada yang berhak” (QS Ali Imran 3:180). Allah menegaskan bahwa kesalihan itu adalah membagi sebagian harta dengan orang lain; bukan hanya ibadah ritual (QS Al Baqarah 2:177). Untuk itu, seorang muslim yang tamak harus merubah perilakunya. Merubah perilaku tamak tidaklah sulit bagi mereka yang memiliki determinasi dan kemauan untuk merubah cara pikir dan perilakunya.

 C. Cara Mengobati Tamak dan Hubbun Dunya

Disadari atau tidak bahwa obat Tamak dan Hubbun Dunya terdiri dari tiga unsur: sabar, ilmu, dan amal. Secara keseluruhan terangkum dalam hal-hal berikut ini. Pertama, Ekonomis dalam kehidupan dan arif dalam membelanjakan harta. Kedua, Jika seseorang bisa mendapatkan kebutuhan yang mencukupinya, maka dia tidak perlu gusar memikirkan masa depan, yang bisa dibantu dengan membatasi harapan-harapan yang hendak dicapainya dan merasa yakin bahwa dia pasti akan mendapatkan rezeki dari Allah. Jika sebuah pintu rezeki tertutup baginya, sesungguhnya rezeki akan tetap menunggunya di pintu-pintu yang lain. Oleh karena itu hatinya tidak perlu merasa gusar.
وَكَأَيِّنْ مِنْ دَآبَّةٍ لاَ تَحْمِلُ رِزْقُهَا اللهُ يَرْزُقُهَا وَإيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-’Ankabut: 60)
Ketiga, Hendaklah dia mengetahui bahwa qana`ah itu adalah kemuliaan karena sudah merasa tercukupi, dan dalam kerakusan dan tamak itu ada kehinaan karena dengan kedua sifat tersebut, dia merasa tidak pernah cukup. Barangsiapa yang lebih mementingkan hawa nafsunya dibandingkan kemuliaan dirinya, berarti dia adalah orang yang lemah akalnya dan tipis imannya. Keempat, Memikirkan orang-orang Yahudi dan Nasrani, orang-orang yang hina dan bodoh karena tenggelam dalam kenikmatan. Setelah itu hendaklah dia melihat kepada para nabi dan orang shalih, menyimak perkataan dan keadaan mereka, lalu menyuruh akalnya untuk memilih antara makhluk yang mulia di sisi Allah ataukah menyerupai penghuni dunia yang hina. Kelima, Dia harus mengerti bahwa menumpuk harta itu bisa menimbulkan dampak yang kurang baik. Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُنْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَأَنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang yang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat yang Allah limpahkan kepada kalian.” (Hadits riwayat Muslim)
Hadits ini berlaku dalam urusan dunia. Adapun dalam urusan akhirat, maka hendaklah setiap muslim berlomba-lomba untuk mencapai derajat kedudukan tertinggi. Penopang urusan ini adalah sabar dan membatasi harapan serta menyadari bahwa sasaran kesabarannya di dunia hanya berlangsung tidak seberapa lama untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi, seperti orang sakit yang harus menunggu pahitnya obat saat menelannya, karena dia mengharapkan kesembuhan selama-lamanya.



BAB III
KESIMPULAN

Tamak atau rakus dalam istilah psikologi bermakna keinginan eksesif (berlebihan) untuk memperoleh atau memiliki harta kekayaan yang bukan haknya atau melebihi yang dibutuhkan. Keinginan menguasai dan mencintai harta benda yang berlebihan itu (QS Al Fajr 89:20) pada gilirannya akan membawa seseorang pada dua perilaku negatif yang sangat dilarang dalam Islam.
Pertama, menghalalkan segala cara (the ends justify the means) dengan berbagai bentuk dan variannya sesuai peluang dan kesempatan yang ada di depannya (QS Al Fajr 89:19). Perilaku korupsi yang dilakukan pejabat negara dari level tertinggi sampai terendah timbul, salah satunya, dari sifat tamak ini. Berusaha mendapat keuntungan sebesar-besarnya dengan cara apapun biasa dilakukan pedagang atau pengusaha yang rakus.
Kedua, pelit. Ketamakan itu identik dengan pelit atau kikir (Arab, bakhil) (QS 92:8). Tidak jelas mana yang menyebabkan apa. Apakah tamak yang menyebabkan pelit atau pelit timbul dari sifat tamak. Satu hal yang pasti, kedua karakter ini hanya dimiliki orang yang mementingkan dirinya sendiri (selfish). Yang tidak pernah befikir untuk membagi sebagian harta miliknya dengan orang lain. Al Quran sendiri memakai kata syuhh, yang berarti pelit, untuk menggambarkan perilaku tamak (QS Al Hasyr 59:9; At Taghabun 64:16)










Daftar Pustaka
Mulyanti, Dr. Hj. Sri MA. Tasawwuf Nusantara, Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006.
Smith, Margaret, Mistikus Islam, Ujaran-Ujaran dan Karyanya, Surabaya, Risalah Gusti 2001.
Sirojd, Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, mengedepankan Islam Sebagai Inpirasi Bukan Aspirasi. Jakarta, Mizan Pustaka 2006.
Terjemahan Mukhtashar Minjahul Qashidin (hlm.253-255), karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Maret 2004;
1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press






0 komentar:

Posting Komentar