Hidup adalah upaya untuk mencari nilai akhir

Hak Asasi Manusia di Indonesia; antara Wacana dan Implementasi

♠ Oleh Roesly. Kh | | 21.01
BAB I
PENDAHULUAN

A.  latar Berlakang Masalah
Sebagaimana demokrasi, penegakan hak asasi manusia (HAM), merupakan unsur penting untuk mewujudkan sebuah Negara yang beradab dan berkeadilan. keduanya ibarat dua sisi mata uang yang saling menopang satu sama lain. Jadi, keduanya merupakan “senjata” ampuh dalam menciptakan suatu Negara yang baldlatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negara yang lebih mementingkan kepentingan kolektif warga Negara bukan kepentingan individual penguasa.[1]
Pada dasarnya, hak merupakan unsur normatif yang melekat pada setiap diri manusia, yang pada taraf penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan terkait interaksi secara individual. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh oleh setiap manusia. Masalah hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu hal yang sering dibicarakan dan dibahas terutama di era reformasi.
Hak asasi manusia (HAM), lebih dijunjung tinggi, dan lebih diperhatikan di era reformasi dari pada era sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari kondisi politik yang berkembang saat itu. Sebab disadari atau tidak dalam penegakan hak asasi manusia pada era reformasi erat kaitannya dengan masifnya propaganda masyarakat madani yang dibawah oleh Nur Khalis Madjid, Abdurrahman Wahid (Gusdur).[2]
Terlepas dari itu, perlu diingat dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri, dan membutuhkan sifat sosialis, guna mempermudah dalam masalah interaksi sosial dengan manusia yang lain. Namun juga sangat urgen adalah bagaimana sebisa mungkin untuk tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan hak asasi manusia pada diri sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini, dan membatasi pembahasan, terkait dengan hak asasi manusia (HAM) maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian hak asasi manusia (HAM)?
2.      Bagaimana historis lahirnya dan perkembangan HAM?
3.      Bagaimana HAM dalam perspektif Islam?
4.      Bagaimana perkembangan HAM di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, secara kuantitatif adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah materi Pendidikan Kewarganegaraan. Sedangkan secara kualitatif lebih mengacu pada aktualisasi hak asasi manusia (HAM) dan implementasinya. Untuk hal itu, ada beberapa hal yang cukup fundamental. Diantaranya,
1.      Mengetahui historitas lahirnya HAM dan Implementasinya.
2.      Memahami HAM ketika di korelasikan dengan Perspektif Islam.
3.      Memahami penerapan HAM di Indonesia.













BAB II
PEMBAHASAN

A.  Abstraksi

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan fitrah kemanusiaan yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata–mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian Negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Alih-alih, berbicara Hak Asasi Manusia di Indonesia, secara fundamental dapat dikatakan bersumber dan bermuara pada pancasila.[3] Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila.
Sehingga kemudian, dengan pancasila sebagai ideology, bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Sangat kontradiksi dengan pernyataan Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM)[4] meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak–hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai–nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekedar sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin  dan pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks modern dilatarbelakangi oleh pembacaan yang lebih manusiawi.

B. Pengertian dan Definisi HAM
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun[5]. Dengan ini, setidaknya sebagai warga negara yang baik mesti menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Senada dengan pendapat John Loke,[6] hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawah sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau kekuasaan.
Terlepas dari semua itu, seiring lajunya zaman pengertian Hak asasi manusia juga lebih dinamis dan cenderung di pahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin  dan pekerjaannya.
Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks modern dilatarbelakangi oleh pembacaan yang lebih manusiawi tersebut, sehingga konsep HAM tidak lagi diartikan sempit pada kebebasan secara individual, akan tetapi bahkan ditarik pada ruang kebebasan kolektif. Nah, dengan pemaknaan ini, hak asasi manusia dapat diartikan sebagai berikut: “Human rights could generally be defined as those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live as human beings[7]
Dengan pemahaman seperti itu, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu common standard of achivement for all people and all nations, yaitu sebagai tolok ukur bersama tentang prestasi kemanusiaan yang perlu dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia.

C. Sejarah Muncul dan Perkembangan HAM
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Membincang hak asasi manusia sekurang-kurangnya akan didapatkan sebuah pemahaman baru bahwa, lahirnya hak asasi manusia bersamaan dengan terciptanya manusia. Namun, sangat berbeda antara kata lahir dan muncul. Kata lahir di sini, hak asasi manusia itu sebagai fitrah atau yang bersifat kodrati. Adapun kata muncul adalah lebih cenderung pada penegakan hak asasi manusia yang menurut John Locke lebih pada arah humanistik.
Hak Asasi manusia, muncul dan mulai popular sekitar tahun 15 Juni 1215  di Inggris. Sehingga Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Toh, sebenarnya sebelum itu, nabi telah mengajarkan tentang penegakan hak asasi manusia dengan insiden piagam Madinah. Namun, hal itu tidak dilanjutkan bahkan setelah masa kejayaan Islam (baca: masa pemerintahan Daulaini al kabiroh) implemantasi tersebut diabaikan. Implikasinya hak asasi manusia dalam kerajaan Islam semakin terpendam dan habis dikubur zaman.  
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung[8]
yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum.
Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Selanjutnya dilanjutkan oleh Amerika dengan berawal dari pemikirannya John Locke dan ditandai Revolusi Amerika[9] dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak–hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya,[10] kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Berbeda lagi dengan Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan Declaration Des Droits De L’homme Et Du Citoyen yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir–pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu.

D. Macam-macam HAM
Jika dilihat lebih seksama, semua yang termasuk isi utama dari naskah-naskah politik di atas, yang berkaitan dengan hak asasi manusia, terdapat dalam al-Qur’an, baik tersirat maupun tersurat. Kendati demikian, Konstitusi Madinah yang sudah tersurat pada tahun 622 (abad ke-7 M) dan al-Qur’an sudah selesai dikumpulkan dan ditulis sebagai kitab pada tahun 25 H (tahun 647 M) tetapi ternyata dalam studi tentang hak-hak asasi manusia oleh kebanyakan para sarjana tidak disinggung sama sekali. Padahal kalau dibandingkan dengan naskah-naskah di atas, semuanya tertinggal tujuh sampai tiga belas abad di belakang Konstitusi Madinah dan al-Qur’an.. Hak asasi manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu hak untuk hidup, kebebasan, dan hak mencari kebahagiaan.
1. Hak untuk hidup
Pasal 14 mencantumkan larangan pembunuhan terhadap orang mukmin untuk kepentingan orang kafir dan tidak boleh membantu orang kafir untuk membunuh orang mukmin. Bahkan pada pasal 21 memberikan ancaman pidana mati bagi pembunuh kecuali bila pembunuh tersebut dimaafkan oleh keluarga korban.
2. Kebebasan
Dalam konteks ini, kebebasan dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
a. Kebebasan mengeluarkan pendapat
Musyawarah merupakan salah satu media yang diatur dalam Islam dalam menyelesaikan perkara yang sekaligus merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat.

b. Kebebasan beragama
Kebebasan memeluk agama masing-masing bagi kaum Yahudi dan kaum Muslim tertera di dalam pasal 25.

c. Kebebasan dari kemiskinan
Kebebasan ini harus diatasi secara bersama, tolong menolong serta saling berbuat kebaikan terutama terhadap kaum yang lemah. Di dalam Konstitusi Madinah upaya untuk hal ini adalah upaya kolektif bukan usaha individual seperti dalam pandanagn Barat.

d. Kebebasan dari rasa takut
Larangan melakukan pembunuhan, ancaman pidana mati bagi pelaku, keharusan hidup bertetangga secara rukun dan dami, jaminan keamanan bagi yang akan keluar dari serta akan tinggal di Madinah merupakan bukti dari kebebasan ini.
3. Hak mencari kebahagiaan
Dalam Piagam Madinah, seperti diulas sebelumnya, meletakkan nama Allah SWT pada posisi paling atas, maka makna kebahagiaan itu bukan hanya semata-mata karena kecukupan materi akan tetapi juga harus berbarengan dengan ketenangan batin.

E. HAM dalam Perspektif Islam
Secara historis, berbicara tentang konsep HAM menurut Islam dapat dilihat dari isi Piagam Madinah. Pada alenia awal yang merupakan “Pembukaan” yang kemudian para sarjana yang melakukan penelitian pemikiran Barat tentag negara dan hukum, berpendapat bahwa secara berurut tonggak-tonggak pemikiran dan pengaturan hak assasi manusia mulai dari Magna Charta (Piagam Agung 1215), yaitu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja John dari Inggris kepada bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja tersebut.
Kedua adalah Bill of Right (Undang-Undang Hak 1689) suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris, setelah dalam tahun 1688 melakukan rrevolusi tak berdarah (the glorius revolution) dan berhasil melakukan perlawanan terhadap raja James II. Menyusul kemudian The American eclaration of Indepencence of 1776, dibarengi dengan Virginia Declaration of Right of 1776. seterusnya Declaration des droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusai dan warga negara, 1789)
Naskah yang dicetuskan pada awal revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap kesewenang-wenangan raja dengan kekuasaan absolut. Selanjutnya Bill of Right (UU Hak), disusun oleh rakyat Amerika Serikatr pada tahun 1789, bersamaan waktunya dengan revolusi Perancis, kemudain naskah tersebut dimasukkan atau doitambahkan sebagai bagian dari Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1791. Adalah berawal dari piagam Madinah
1.      Piagam Madinah.
Konsepsi dasar yang tertuang falam piagam yang lahir di masa hidup nabi Muhammad ini adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesame warga masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku dan agama. Piagam Madinah atau mitsaqal madinah yang dideklarasikan oleh Rasulullah pada tahun 622 M, merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan-aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh nabi.
2.      Deklarasi Kairo (Cairo Deklaration)
Isu tentang pelaksanaan HAM tidak terlepas dari perhatian umat Islam, apalagi mayoritas Negara-negara dunia ketiga yang banyak merasakan perlakuan ketidakadilan Negara-negara barat denga atas nama HAM. Dalam pandangan Negara-negara Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berkaitan denga itu, Negara-negara Islam yang tergantung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC atau OKI)pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam di Kairo.
Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan Negara-negara OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan denga pernyataan semesta hak-hak asasi manusia (The universal Deklarationof Human Rights) yang di deklarasikan oleh PBB tahun 1948.

F. HAM di Indonesia
Walaupun tidak sampai pada tingkatan studi kritis dan dengan mencoba melakukan komparasi secara sederhana antara konsep hak asasi manusia yang tertuang dalam UU No. 39 tahun 1999 dengan konsep HAM dalam Islam melalui pendekatan relevansional maka studi ini bermaksud menjawab pertanyaan sejauh mana relevansi antar kedua konsep tersebut. Untuk melakukan kajian ini penulis membagi ke dalam beberapa domain, antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa, keadilan, kesejahteraan bersama,


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Piagam Madinah dimulai dengan kalimat basmalah. Dalam pasal 22 ditegaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak akan menolong pelaku kejahatan dan juga tidak akan membelanya.
Bilamana terjadi peristiwa ataun perselisihan di antara pendukung Piagam Madinah yang dikhawatirkaan akan menimbulkan bahaya dan kerusakan, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah, demikian ditetpakan dalam pasal 42.Sedangkan dalam UU. No. 39 tahun 1999 tepatnya pada bagian “Ketentuan Umum” point 1 disebutkan bahwa hak asasi manusia merupakan sebuah hak yang melekat pada manusia dalam eksistensinya sebagai ciptaan Tuhan dan merupakan anugerah-Nya.
Artinya persoalan penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja menempatkan manusia pada posisi sentral (antropoSentris) akan tetapi terdapat dimensi transendental yang juga harus diperhatikan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep penegakan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam terminologi Islam disebut tauhid tertera baik dalam Piagam Madinah maupun UU tentang HAM. 
2. Keadilan
Keadilan tercantum secara tegas baik di dalam Islam yang tertera dalam al-Qur’an maupun dalam Piagam Madinah maupun di dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan konstitusi mana saja di dunia ini. Bahkan kata keadilan ini bergema pada setiap ada persekutuan sosial, tidak terkecuali dalam suatu keluarga. Keadilan, menurut Daniel Webster, adalah kebutuhan manusia yang paling luhur.Pasal 17, 18, dan 19 UU No. 39 tahun 1999 secara umum menetapkan bahwa bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk memperoleh keadilan. Tentu saja cara mmeperolehnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melalui mekanisme yang telah diatur.
Semua perkara, kasus, dan sengketa yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan melalui jalur hukum.Menurut SM. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keadilan, keamanan dan ketertiban terpelihara. Sedangkan dalam konsepsi Islam, berbuat adil merupakan aktivitas yang dekat dengan takwa.
3. Kesejahteraan bersama
Dalam pasal 36 UU No. 39 tahun 1999 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memiliki demi pengembangan dirinya dengan cara yang tidak melanggar hukum. Lebih jauh lagi dalam pasal 27 (2) UUD 1945 ditetapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Hak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam Islam merupakan salah satu yang diutamakan. Ajaran zakat, infaq dan sodaqoh merupakan bentuk kepedulian Islam terhdapa terciptanya kesejahteraan bersama dan kebebasan dari kemiskinan.
Namun, terlepas dari semua itu hak asasi manusia di Indonesia masih jauh dari harpan bangsa. Artinya hak asasi manusia di Indonesia hanya sekadar wacana yang mengatas namakan Pancasila sebagai landasan dan sebagai pijakan ideology. Dalam penerapannya di lapangan masih tidak terlihat mewarnai, akan tetapi oligargi pemerintah lebih menumbangkan eksistensi hak asasi manusia.
Dengan hal itu setidaknya ada tiga solusi guna penegakan hak asasi manusia. Pertama, pancasila jangan hanya di jadikan hal yang formalitas, akan tetapi harus lebih pada ruang praksis. Kedua, adanya hukum merupakan pijakan awal bagi terealisasinya hak asasi manusia, namun sangat ironis ketika hukum hanya sekedar pelengkap system pemerintahan sedangkan saat ini hukum di Indonesia tengah menjadi singa raja hutan yang tiada taring. Ketiga, kesadaran kolektif juga sangat urgen dalam pemenuhan hak asasi manusia. 



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasar penelusuran historik, M. Mahfud MD menulis bahwa ada tiga konsepsi dasar yang harus dipenuhi untuk membangun negara yang sejahtera, yaitu perlindungan HAM, demokrasi, dan negara hukum. Ketiga konsep ini lahir dari paham yang menolak kekuasaan absolut menyusul Renaissance yang bergelora di dunia Barat sejak abad XIII.
Kendati demikian, pertanyaan kritis yang selalu patut dilayangkan kepada pemerintah adalah bagaimana penegakan HAM pada tataran aplikatif. Serentetan kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM masih saja terjadi di Indonesia sampai sekarang. Nampaknya pembicaraan tentang hak asasi manusia hanya berhenti pada wilayah diskursif di forum-forum ilmiah tanpa pernah ditindaklanjuti secara nyata.
Tragisnya hal tersebut mengkecambah di Indonesia sehingga tidak salah jika Indonesia mnegenai hak asasi manusia masih berada dalam tataran wacana, dalam bentuk implementasi nonsent. Namun, dengan fenomena ini bukan artian harus berhati kecil dalam mewujudkan hak asasi sepenuhnya di Indonesia. Tetapi dengan hal ini setidaknya menjadi api penyulut semangat untuk terciptanya hak asasi yang sebenarnya.









DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, Muhaimin, A. Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur. Yogyakarta: LKiS Printing, 2010.

Ubaidillah, A. dkk. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyrakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif bekerja sama dengan Prenada Group, 2008.

------------------Pendidikan kewarganegaraan, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press

Russel, Bertrand.  Sejarah Filsafat Barat, dalam Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Sugiono. Muhadi, Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia ketiga,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006

Barton. Greg, biografi Gus Dur; The Authurized Biogrhaphy Of Abdurrahaman Wahid. Yogyakarta: LKiS, cetakan VII, 2006

Voltaire. Traktat Toleransi. Yogyakarta: LKiS 2004













[1] Greg Barton, dalam prolog buku, Biografi Gusdur, (Yogyakarta: LKiS, cetakan ke VII, 2007), hlm. 19
[2] A. Muhaimin Iskandar, Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur, (Yogyakarta: LKiS Printing, 2010), hlm 101
[3] A. Ubaidillah, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, 2000), hlm. 206
[4] Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, dan Kaitannya dengan Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 257
[5] . A. Ubaidillah, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, 2000), hlm. 207-208
[6] Ibid, hlm 208
[8]  voltaire, Traktat Toleransi, terj. Dwi Margo Yuwono dan Alexandra Wrestirhin. NF, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 21
[9] Muhadi Sugiono, Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 87-88
[10] voltaire,  Traktat Toleransi, terj. Dwi Margo Yuwono dan Alexandra Wrestirhin. NF, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 130

0 komentar:

Posting Komentar